Sunday, August 19, 2012

Surat Untuk Uti (2)

Kubasuh beberapa bagian tubuhku dengan aliran air yang dingin. Ditemani alunan gema takbir kala itu. Pertanda hari kemenangan esok telah tiba. Tak terasa sebulan lamanya belajar mengendalikan hawa nafsu. Tak terasa kini telah ada di penghujungnya. Namun ada yang kurang, ada yang berbeda, ada yang tertinggal..............

Hallo Uti, apa kabar? Uti lagi ngerayain malam takbiran di surga kan? Berkumpul dengan orang-orang yang dirahmati Allah. Malam itu 18 Agustus 2012, alunan gema takbir pertama dikumandangkan seusai sholat Magrib. Tanpa terasa buliran airmenetes dari mataku. Bagaimana tidak? Lebaran kali ini terasa berbeda sekali. Aku kangen Uti.........

Namun, apa daya. Raga ini sudah tak bernyawa. Dunia kita tlah berbeda. Dimensi kita tlah berbeda. Haruskah aku memberontak? Sudah kucoba, namun nihil yang aku terima. Takdir sudah berbicara dan kita harus tetap melangkah...........

Buka bersama.
Seperti tradisi yang sudah-sudah, kami sekeluarga besar melakukan buka bersama untuk yang terakhir kalinya. Aku tahu, saat itu Uti ada di tengah-tengah kami. Aku bisa merasakannya. Uti tersenyum di bawah tangga dekat dengan bunga sedap malam. Yaa aku tahu itu. Terimakasih Uti, Uti masih selalu bersama kami.

Mungkin bunga yang kukirimkan tadi pagi belum bisa mengobati rasa rinduku terhadap sosokmu. Rasa rindu terhadap kenangan-kenangan mahal yang tak dapat terulang.....

Benar apa yang kukatakan sebelumnya, Iktikaf tahun ini berbeda 360 derajat. Betapa tidak? Aku, Mama, Kakung, dan Uti selalu berangkat bersama. Duduk memohon kepada Sang pemberi hidup bersama. Namun sekarang? Aku, Mama, Kakun, dan Masku berangkat bersama tanpa uti. Sungguh rasa yang berda Uti.

Hari yang ditunggu tlah tiba. Gema takbir untuk terakhir kalinya tlah usai terdengar....

Solat Ied.
Masih ingat dalam memori otakku. Setiap solat Ied aku selalu bersebelahan dengan Uti. Uti ingat? Lalu sungkem dangan ayah, mama, kakak dan dilanjutkan denan Uti dan Kakaung.

Hari ini.
Pengalaman pertamaku melihat Kakung meneteskan air mata. Beliau sendiri berkata bahwa beliau teringat dengan Uti. Uti, apakah Uti juga merasakan hal yang sama dengan kami di sini? Uti, sungguh bereda rasanya tahun ini Uti. Kami sayang dan rindu denganmu. Tenanglah di sana Uti, dan jangan lupa mengunjungi kami. Aku yakin itu.

salam rindu dari cucumu,
bibah

No comments:

Post a Comment

silahkan komentarnya :) makasih yaaaaaa.