Sunday, February 19, 2012

cerpen!

p e n y e s a l a n
Oleh Nurroh Habibah

R
intik hujan temaniku malam ini, setelah sekian lama tak kunjung kurasakan aroma tanah yang menyeruak di hidung seperti sekarang. Yah.. Sendiri ditemani teman terbaikku (laptop). Bintang tak terlihat dilangit malam, mendung yang menyelimuti sehati dengan dinginya angin menusuk tulang. Tak kutemui juga asa yang pernah ada.
Liburan selama dua bulan tlah berlalu, roda aktivitas berjalan sesuai aturan. Hambar… Seperti biasa. Tapi aku mencoba mengisi hari-hariku ini dengan senyuman. Walau kadang senyum palsu yang aku torehkan diwajah yang sempat kehilangan semangat hidup. Mencari jati diri, mencoba hal baru, menyesali kesalahan yang diperbuat.. Konyol jika diceritakan. Namun itu adalah kenyataan yang terjadi kini.
Lagi apa? Udah makan belum?
Handphoneku berdering mengagetkan. Kulihat nama pengirimnya. RAYN (Aku tak tahu, dia termasuk temanku atau sahabatku atau lebih. Statusnya masih dipertanyakan.) Lama sekali rasanya aku tak bersua dengannya. Dengan sigap aku balas sms itu dan mulailah percakapan kami seperti dulu.
Udah kok Ray. Kamu?
Aku juga udah kok, Joe…. Besok aku tunggu di kantin pulskul J bye
Balasan yang begitu singkat menurutku. Tapi aku menuruti apa yang ia mau. Untuk saat ini, aku juga merindukannya. Mungkin ini jawaban dari kerinduanku.
***
Pulang sekolah, aku pun segera menemuinya. Kalian tahu rasanya menunggu hasil pengumuman kelulusan? Dan kini aku merasakan hal yang aku rasakan beberapa bulan yang lalu ketika aku lulus dari SMP. Rayn telah menungguku di kantin. Aku mencoba memasang wajah tenang.
“Kenapa tiba-tiba mnegajakku bertemu?” Tanyaku sedikit gugup.
“Tak apa, aku hanya ingin memberimu sesuatu.” Sambil memberikan sebuah kancing baju.
Tentu saja aku bertanya-tanya kenapa Rayn memberiku kancing baju. Cuma satu lagi. Kalau lebih kan bisa buat jaga-jaga kalau kancingku ada yang lepas. Belum sempat aku bertanya Rayn sudah menjelaskan semuanya padaku.
“Ini adalah tradisi anak di Jepang, para anak cowok memberikan kancing nomor dua dari baju seragamnya kepada cewek saat kelulusan.”
Tanda tanya besar kini memenuhi kepalaku. Aku tak mengerti tradisi Jepang ini. Konyol bukan?
“Sekarang bukan akhir semester Ray. Malah ini awal kita masuk SMA. Apa makna kancing ini?”
Yaa memang, sebenarnya aku ingin memberikannya saat kelulusan kemarin. Tapi sayangnya aku sedang ada keperluan mendadak yang penting. Jadi kuberikan padamu sekarang. Anggap saja ini kenang-kenangan dariku.”
Ia pun pergi tanpa pamit. Aku pun langsung pulang karena awan mendung sepertinya tak sabar untuk memuntahkan isinya ke bumi.
***
Semester pertama di high school telah berlalu. Kini aku dan teman-teman seangkatan sedang menikmati libur panjang bersama. Yaaa.. Darma Wisata ke Bali. Sebenarnya ini tidak cocok untuk dikatakan sebagai ‘Darma Wisata’. Kenapa? Karena setelah ini kami diharuskan menulis laporan perjalanan yang tentu saja membosankan.
Aku duduk di bus bersebelahan dengan Joytika sahabatku sejak SMP. Entah mengapa nama kami sama-sama diawali dengan huruf ke-10 dari 26 huruf yang ada. Joeira dan Joytika. Hahaha .. Tapi sayangnya aku tidak bisa satu bus dengan Rayn, perbedaan kelas menjadi faktor utama.
Tujuan kami kali ini adalah pantai Kuta. Kami diharuskan naik 'komotra' (semacam angkot) menuju ke pantai, dan jika akan kembali ke parkiran bus, kami pun diharuskan naik komotra lagi yang harus kami tunggu di depan Hard Rock café sebelum waktu menunjukkan pukul 18.30 WITA.
Menikmati senja bersama sahabat tercinta dan Rayn adalah hal yang menyenangkan. Bercanda bersama. Terasa nyaman sekali aku berada dalam kondisi seperti ini, tak ingin rasanya melupakan momen indah ini.
Sebelum kami menuju Hard Rock untuk menunggu ‘angkot’, Rayn berbisik ditelingaku.
“Jangan pernah tinggalin aku, Joe.”
Aku tak tahu apa maksudnya. Aku hanya bisa menangguk bisu sembari melangkah menuju Hard Rock café dan menanti ‘angkot’ yang tak kunjung datangS.
***
            Semester dua di high school, disini pula aku semakin dekat dengan Rayn. Semakin akrab, bercanda, tertawa, semuanya ada. Tapi aku tetap tak mengerti tentang ini semua, aku mulai merasakan benih cinta yang tumbuh di dalam hubungan ini. Teman-teman mengiraku berpacaran dengannya, termasuk Joytika. Meskipun berkali-kali aku menjelaskan kepada mereka bahwa kemungkinan besar hubungan ini adalah hubungan pertememanan biasa seperti aku dan Joytika karena sampai saat ini tidak ada yang menyatakan kata ciinta. Tapi kelihatannyaa ini lebih dari sekedar pertemanan.
            Hingga akhirnya…..
Joe maafkan aku, maafkan aku, ..
                Lagi-lagi aku tak mengerti maksud dari pesan singkat yang kuterima. Kucoba membalas tetapi tidak terkirim alias failed.
            Ternyata sudah seminggu ini Rayn tidak masuk sekolah. Teman terdekatnya di kelas juga tidak mengetahui kemana ia pergi. Di kantor piket hanya tertera bahwa ia sedang ijin. Mengapa ia tidak pamit kepadaku? Tanda Tanya besar yang ada dalam benakku. Kali ini aku benar-benar marah padanya. Walaupun sebenarnya aku tidak berhak untuk marah.
Tiada kabar yang aku terima selama 2minggu ini. Aku memutuskan untuk pergi ke rumahnya berasama Joytika.
***
Aku tidak menemukan Rayn di rumahnya, yang kutemui hanya penjaga rumahnya yang juga tidak mau memberi tahuku dimana Rayn. Tetapi ia memberiku sepucuk surat yang dititipkan Rayn. Surat itu berisi sebuah alamat yang sepertinya tidak asing lagi di telingaku.
Aku dan Joytika bergegas menuju alamat tersebut walau sebenarnya kami berdua tidak mengerti maksud dari surat itu. Lagi-lagi Rayn membuatku bingung.
Sebuah gedung tinggi dengan papan nama “Rumah Sakit Pelita Harapan”. ada apa ini? Berulang kali aku dan Joytika mengamati sepucuk kertas dan mencocokkannya dengan alamat gedung di depan kami.
“Ayo Joe, ayo kita coba masuk” Pinta Joytika.
“Tapi siapa yang sakit Joy? Aku bingung.” Jawabku.
Joytika menarik lenganku menuju meja piket para suster dan bertanya apakah ada pasien yang bernama Rayn Koeswardana. Dan ternyata ada pasien yang sudah dirawat selama dua minggu di Pavillium Anggrek nomer 218.
Sedikit gemetar ketika aku mengetuk pintu kamar nomor 218 itu. Kutemui wajah yang selalu menemani hari-hariku dan kini terbaring tanpa respon, tak berdaya dengan beberapa selang ditubuhnya. Mama Rayn menceritakan semuanya. Tak sadar air mataku menetes ketika kuketahui Rayn mengidap kangker otak stadium akhir.
Aku masih tak percaya. Joytika memeluk tubuhku erat-erat. Sepertinya ia tahu bahwa aku belum bisa menerima kenyataan ini.
***
Setiap hari kukunjuingi kamar 218 itu. Setiap hari kulihat Rayn tak sadarkan diri. Dan setiap hari pula aku panjatkan doa kepada Tuhan meminta kesembuhan Rayn.
Pulang sekolah saku rokku bergetar. Mama Rayn menelefonku, menyuruhku ke rumah sakit segera karena kondisi Rayn semakin kritis.
Aku terlambat, saat itu aku tak kuasa menahan air mata, tubuh ini lunglai masih tak percaya. Rayn telah tiada, ia telah pergi menghadap Sang Kuasa. Pergi untuk selamanya.
Beberapa hari setelah kepergian Rayn, kembali kuterima surat darinya yang ia titipkan lewat mamanya. Ia telah mempersiapkan semua ini, seakan ia tahu bahwa umurnya sudah tak lama lagi.
Untuk Joe,
Maafkan aku untuk semua rasa penasaran yang sering aku perbuat. Kini kau akan menemukan arti dari semua itu.
Kancing kedua adalah tradisi orang Jepang, apabila seorang laki-laki memberikannya kepada perempuan, tandanya laki-laki itu mempunyai perasaan terhadap perempuan itu.
Masih ingat wkatu aku berbisik kepadamu saat kita menuju Hard Rock sebelum kembali ke bus? Aku ingin kau selalu ada di sisiku sebelum aku meninggalkan dunia ini, meninggalkanmu, meninggalkan semuanya.
Masih ingat pesan singkatku yang berisi permintaan maaf? Aku merasa bersalah telah membohongi perasaanku dan perasaanmu selama ini, aku juga merasa bersalah tidak jujur kepadamu tentang penyakit parahku ini.
Namun kini aku telah tenang, jangan khawatirkan aku. Jangan menangisi kepergianku. Jangan merasa kehilangan sosok diriku. Aku akan tetap ada di dalam hatimu, Joe. Yakinlah bahwa aku selalu ada. Meski fisik ini sudah tiada.
Jangan pernah menyesal dan jangan pernah menyalahkan waktu, Joe!
Aku menyayangimu selalu. J
Kembali aku meneteskan air mata membaca surat itu. Kini semua tlah terjadi. Benar apa yang dikatakan Rayn, aku tidak boleh menyesali apa yang telah terjadi, aku pun tidak boleh menyalahkan waktu. Daun yang gugur saja tidak pernah menyalahkan angin. Aku harus bangkit, walau memang rasa penyesalan ini masih ada. Penyesalan yang selalu datang terlambat.

No comments:

Post a Comment

silahkan komentarnya :) makasih yaaaaaa.