Perbedaan yang
Indah
oleh. Nurroh Habibah
eras guyuran
hujan menyambutku di tempat ini. Tempat yang baru pertama kali aku kunjungi.
Sedikit beda memang, berbeda dengan nostalgi tatanan kota di kotaku.
Sudut-sudutnya pun berbeda. Baru kusadari kini kutlah jauh meninggalkan kota
dimana aku dilahirkan.
Langkahku
semakin jauh, sudah tak terlihat lagi awal langkah ini memulai. Namun
bayang-bayang kotaku semakin jelas diawang. Belum sehari saja aku sudah
merindukannya. Tapi kini berbeda. Aku baru saja menjalani kehidupan baruku
walau hanya untuk beberapa waktu. Dan disinilah segala kenangan itu muncul
bergantian.
Di kelas,
“Mana yang katanya Budak Jogja tu?
Majulah kalian ke depan kelas.”
Teman-teman
menyuruh Aku dan Nada bergegas maju mengikuti perintah Bapak guru. Dengan wajah
kebingungan kamipun menurutinya.
“Siapa
nama kalian? Perkenalkan diri kalian ket teman-teman.”
“Nama
saya Freya Leikhisa, panggil saja Freya. Saya dari Eight SHS (Senior High School) Yogyakarta.” bertambah dengan senyum
yang aku pasang. Tak lupa Nada juga memperkenalkan diri.
“Kalau
saya Nada Azzahra, panggil saja Nada. Saya dari Mupat SHS Yogyakarta.”
Kami
berdua masih berdiri di depan kelas. Masih pula ditanyai banyak hal oleh Bapak
guru dan beberapa teman-teman di kelas.
Yaa, ini sekolah baruku. Mungkin
memang berebeda 180o, tapi apakah pantas aku mempermasalahkan
perbedaan? Apakah pengalaman hidup harus disejajarkan dengan perbedaan
lingkungan? Ah sudahlah, kucoba menikmati perbedaan yang ada.
.____.
Bel
pulang sekolah berbunyi, Tika yang menjadi saudara baruku mengajakku pulang
lebih cepat dari teman-teman lainnya. Selama beberapa hari disini, aku tinggal
dengan keluarganya Tika. Mereka sangat baik padaku. Yaaa, walau baru sehari aku berada disini. aku sudah mulai bisa
merasakan kehangatan keluarga ini.
“Ke
rumah Windy yuk, Frey” ajak Tika kepadaku.
“Windy?
Siapa itu? Jauh nggak?”
“Nggak
kok, cuma depan rumah. Peh Frey, peh!”
Aku
tetap berbaring di kasur walau berulang kali Tika berkata ‘peh Frey peh!” hingga
akhirnya dia mencubitku.
“Awwww...!” aku sedikit menyengir.
“Peh itu artinya ayo atau bisa juga
cepat, Frey. Paham? Buruan ikut aku ke rumah Windy!”
Aku
yang masih bingung dengan cepat menuruti perintah Tika. Sedikit lucu memang,
disini banyak kutemukan kosakata yang sepertinya asing ditelingaku. Hahaha.. Biarlah pembiasaan diriku
mengalir seperti air.
.___.
“Hai
Win, Budak Jogja ni takterti aku katakan
Peh. Pening palaku ngomong Bahasa Indonesia.” Nada kesal menyelimuti mimi
wajah Tika.
“Haha...
Maklum bae la, diyok takterti bahasa
kito. Kito ajari diyok bae.” Windy masih cengengesan.
Aku
yang dari tadi mlongo mendengarkan
mereka berbicara hanya bisa ikut nyengar-nyengir
sendiri. Entahlah, aku menagnggap ini sebuah lelucon belaka. Atau akunya saja
yang bodoh tak mengerti mereka berbicara apa.
Aku
dan Tika dipersilahkan masuk, disini aku disuguhi makanan khas kota yang cukup
besar ini. Sebut saja itu pempek, pasti kalian sudah banyak yang tahu aku
sedang ada di mana. Tapi sebenarnya aku berada di pinggir dari kota besar itu.
Sebut saja itu sebuah kabupaten. Yaaa
kabupaten.
“Kamu
Freya ya? Salam kenal, aku Windy.”
“Iya,
salam kenal juga ya.” kami saling berjabat tangan.
“Mau
aku ajarin lagu daerah sini nggak, Frey?” tanya Windy kepadaku.
Aku
hanya menganggukkan kepala sembari Windy memutar lagu yang berjudul keceboran. Aku tak mengerti arti dari
lagu yang ia ajarkan. Dengan penuh ketelatenan, ia mengartikan baris demi baris
dari lagu tersebut.
Sang
fajar mulai menyelinap pergi, pertandakan aku dan Tika untuk segera pulang. Tak pacak (tidak baik) katanya kalau
anak perempuan belum pulang padahal sudah petang. Hal yang sama dan membuatku
merindukan kotaku. Hei! Bukankah baru sehari aku meninggalkannya? Mari
beradaptasi dengan kota baru ini!
-___-
Seperti
kalimat-kalimat klise yang sering aku dengarkan, waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa sudah seminggu aku
meninggalkan kotaku dan hidup di kota yang baru. Selama seminggu ini aku
belajar banyak hal. Belajar menghargai berbagai perbedaan yang ada di
Nusantara. Perbedaan yang membuatku semakin kaya akan pengetahuan dan jiwa toleransi.
“Hari
ini ada tanding basket Frey, kalau bisa kamu dan kawan budak Jogja ikut lihat kami ya.” pinta seorang teman kami yang
nampaknya jago sekali bermain basket.
“Oke
deh Reza, nanti aku dan temen-temen dari Jogja bakalan dukung tim kalian deh.”
Pertandingan
yang ditunggu itupun dimulai. Tim sekolah baruku melawan sekolah yang tidak
dapat diragukan kehebatannya. Jujur, aku yang sedikit tomboy ini senang sekali
melihat pertandingan basket. Ditambah aku sering ikut menjadi supporter di
sekolahku sana. Kami sedikit membuat kehebohan disini. Bersorak-sorak semau
kami untuk menyemangati tim basket. Betapa senangnya kala itu. Berasama
teman-teman baru yang amat mengasyikkan. Dan pengorbanan kali tidak sia-sia.
Tim basket sekolah memenangkan pertandingan kala itu.
-___-
Benar-benar
waktu berjalan sangat cepat. Sepertinya baru kemarin aku meninggalkan kota
kelahiranku. Namun esok, aku harus kembali lagi ke sana.
Hari
perpisahanpun datang. Gundah gulana menyelimuti hatiku. Aku yang baru saja
menikmati kehidupan baruku seakan terbangunkan dari tidur panjang. Aku harus
kembali kerutinitasku yang dahulu. Walau hati ini memberontak, apalah daya. Sudah
begitu banyak hal dan kenangan di kota baruku ini. Enggan rasanya aku tuk pergi
dari sini.
“Mungkin
ada yang ingin disampaikan kepada teman-teman?” tanya Bapak Firman selaku
Kepala sekolah.
“Freya?”
beliau memintaku untuk mewakili teman-teman mengungkapkan beberapa patah kata.
“Sebelumnya,
terimakasih aku sampaikan kepada kalian teman-temanku. Mungkin pertemuan kita
memang sangat singkat. Tapi, aku harap kita akan selalu bersilaturahmi.
Terimakasih telah mau menerima kami di sini. Telah mengajarkan kami akan arti
perbedaan dan keberagaman. Jujur, banyak hal yang berbeda diantara kita. Mulai
dari adat, bahasa, hingga warna kulit kita. Namun itu semua tak menjadi
pengahalang untuk saling belajar. Maaf apabila selama beberapa hari kami disini
kami memiliki kesalahan yang kami sengaja ataupun tidak. Sekali lagi kuucapkan
terimakasih.” tak terasa peluhku menetes.
Ternyata
bukan hanya aku saja, banyak pula peluh-peluh yang menetes dari mata indah yang
Sang Khalik ciptakan.
-___-
Langkahku
semakin jauh meninggalkan kota yang baru saja mengenalkanku akan keberagaman
dan perbedaan. Terimakasih untuk kalian yang telah mengajarkanku banyak hal. Dan
sejatinya perbedaan pun terbukti berguna selama masih ada toleransi.
Selain itu, perbedaan membuat hidup kita semakin berwarna.
Aku
harus pergi sekarang. ..